Sejarah yang Hilang Karena Tak Ditulis




Sejarah bisa saja hilang. Kita hanya tahu bahwa masa lalu telah terjadi, namun tidak bisa terhubung.

Cerita masa lalu biasanya dituturkan secara lisan, turun temurun. Lewat dongeng, legenda, mitos.

Sementara, tradisi lisan bisa saja padam. Cerita dari mulut ke mulut, tidak akan semuanya diingat. Sangat mungkin terputus.

Sementara, sumber sejarah telah tiada. Dokumen-dokumen tak terarsipkan dengan baik, generasi lama juga telah banyak yang meninggal. Tak ada lagi yang  bisa ditanyai, apa yang pernah terjadi di masa lalu?

Generasi penerus, tak pernah tahu jika kemudahan yang dirasakan kini adalah urun keringat dari para perintis masa lalu, yang mereka tak kenali.

Karena sejarah terputus, mereka bisa saja mengalami disorientasi. Apa dan bagaimana selanjutnya? Apa sebenarnya tujuannya?

Karena tak tahu sejarahnya, maka jalan yang mereka lalui bisa saja keluar rel yang semestinya. Tidak lagi menapaki "jalan lurus" yang diperjuangkan generasi terdahulu.

Maka sejarah itu penting, agar ada estafet, kesinambungan orientasi. Ibarat rumah, sudah ada pondasinya, maka jangan bongkar pondasi dan bikin baru lagi. Sebab rangka bangunan sudah didesain, tinggal dilanjutkan dan dikembangkan, namun tidak merubahnya dari desain awal. Jika dirubah-rubah, maka kapan akan selesai?

Ya, begitu ibaratnya. Generasi yang tak tahu sejarah hanya akan mengulang hal-hal yang sama. Pondasi sudah dibangun, masih juga meributkan bagaimana bentuk pondasinya. Padahal tugasnya adalah membuat tembok, generasi setelahnya membuat atap dan seterusnya sampai rumah bisa nyaman dihuni.

Tidak hanya itu, generasi yang tidak tahu sejarah jadi kurang punya rasa terima kasih, empati, tidak paham jika apa yang kini ia rasakan adalah buah perjuangan generasi sebelumnya.

Juga kesalahan generasi sebelumnya yang tidak sempat menceritakan sejarah, atau menuliskan sejarah, sehingga generasi penerus jadi bersikap semaunya, tidak punya unggah ungguh, dan tak peduli pada generasi terdahulu.

Maka, sejarah harus dituliskan. Dibukukan. Agar bisa diakses, tanpa tergantung pada teknologi. Meski teknologi juga kian canggih. Namun secanggih apapun teknologi, tetap ada batasannya.

Sejarah harus ditulis secara periodik, agar kisah demi kisah tersambung. Jika tidak sekarang, lalu kapan?

Kita tak bisa menunggu. Setiap orang dibatasi waktunya untuk hidup. Menunggu sampai semua telah berpulang baru kita sadar bahwa banyak hal dari masa lalu yang tidak kita ketahui? Sadar bahwa kita tidak sempat sekadar berucap terima kasih pada generasi yang telah membukakan jalan untuk generasi berikutnya?

Itu sangat menyedihkan. Hal yang sama mungkin juga terjadi pada kita, ketika sejarah perlahan terhapus hanya karena tak sempat dituliskan. []

Blitar, 4 Oktober 2020
Ahmad Fahrizal Aziz

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger dan Aktivis Literasi

Post a Comment

Tinggalkan jejak kamu lewat komentar di bawah ini. Terima kasih sudah membaca. Salam hangat

Previous Post Next Post

Contact Form