Pak Rus dan Pak Zen





A Fahrizal Aziz
Tak berselang lama setelah kembali dari “pengembaraan akademik”, saya berjumpa dengan Kang Khabib dan Kang Atim di akhir tahun 2015. Ini bukan perjumpaan yang disengaja, meski tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini. Semua sudah digariskan Tuhan, berdasar ikhtiar yang pernah kita lakukan.

Kang Khabib ‘mengenal’ saya lewat tulisan berkala “segelas kopi untuk ikatan”. Mungkin jalannya akan berbeda jika tulisan tersebut tidak pernah ada. Mengingat, saya bukan orang yang cukup menonjol selama di IMM dulu. Karena tulisan tersebut, orang sedikit tahu.

Saat kopdar perdana, disitulah bertemu Kang Atim dan Ibnu, yang kala itu menjadi Ketua PD IPM Blitar. Berlanjut pertemuan dengan IMM, dan berikutnya diagendakan silaturahim dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah di Blitar raya.

Yang paling pertama adalah ke rumah Bapak Rusdi Riyanto, Ketua PDM Kota Blitar. Rumah beliau tepat di belakang Masjid Usisa Li Taqwa, Plosokerep. Masuk gang jalan kemuning. Waktu Tsanawiyah, saya sering lewat daerah situ, terutama jika hendak ke rumah teman. Sebagian besar siswa MTsN Karangsari kala itu berasal dari Kanigoro.

Dalam perbincangan, Pak Riyanto kadang melemparkan pertanyaan untuk kami respon, agar lebih interaktif. Itulah barangkali ciri khas dari tokoh Muhammadiyah, yang lebih sering mengajak diskusi, ketimbang memberikan ceramah satu arah.

Dalam konteks yang lebih luas, Pak Rus—begitu saya menyapa beliau—juga memberikan pandangannya tentang ibadah dan budaya. Misalkan soal tradisi yasinan dan manakib-an. Dua tradisi tersebut memang tidak ada dalam Muhammadiyah, namun bukan berarti harus bersikap antipati.

Sekilas apa yang dilakukan Pak Rus ini mengingatkan kita pada sosok AR Fachrudin, Ketua PP Muhammadiyah periode 1968-1990, yang pernah memimpin yasinan, dan menyelipkan tradisi baru, yaitu mendalami artinya. Tidak sekedar membunyikan.

Pak Rus punya apresiasi yang tinggi terhadap budaya, termasuk dengan kegiatan bermain gamelan, yang kini secara rutin dijalankan oleh LSBO PDM Kota Blitar setiap minggunya. Beberapa pandangan beliau yang lain juga sudah kami tulis dalam website srengenge.id
 
foto bersama Pak Rusdi Riyanto
***
Selepas ashar kami berkunjung ke rumah Pak Zen Amirudin, yang tak begitu jauh dari rumah sakit Syuhada’ Haji. Rumah sakit dimana beliau menjadi pengelolanya, bahkan salah satu pendiri dan ketua yayasan.

Rumah Sakit tersebut sangat lekat diingatan saya, karena nenek saya pernah dirawat selama 20 hari disitu, ketika saya masih SD. Selama 20 hari, selepas pulang sekolah saya ke rumah sakit. Kamar tempat nenek dirawat ada di dekat taman yang “ditunggui” burung gagak.

Pak Zen termasuk tokoh senior di Muhammadiyah Blitar. Selain mengelola rumah sakit, beliau juga mengajar di IAIN Tulung Agung, terutama dalam bidang Ushul Fiqh dan Metodologi Penelitian. Rekam jejak aktivismenya sungguh mengagumkan, mulai sejak dari HMI sampai kini, termasuk dalam bidang politik.
 
foto bersama Pak Zen Amirudin
Yang berkesan juga, ketika Paguyuban Srengenge mengadakan bedah buku “Benturan Ideologi Di Muhammadiyah”, Pak Zen datang dan mengikuti sampai selesai. Bahkan bersedia memimpin doa di akhir acara.

Meski kepakarannya dalam bidang Ideologi, dan terutama Fiqh tidak diragukan lagi, namun Pak Zen dengan khusyuk dan setia mendengarkan tiga narasumber yang kesemuanya anak-anak muda, yaitu Cak Sholikhul Huda selaku penulisnya, Kang Erfai dan Kang Mustakim dari Pemuda Muhammadiyah.

Kehadiran Pak Zen memberikan spirit tersendiri bagi anak-anak muda, sekaligus merupakan bentuk dukungan moril. Selain Pak Zen, kala itu juga hadir tokoh-tokoh senior lain seperti Pak Zaenal Arifin, Pak Joko Nurbatin, Pak Eko Bakti, Ust. Muaji, Ust. Arifudin, dan beberapa Ibu Aisyiah.

Paguyuban Srengenge sendiri merupakan komunitas yang dibentuk oleh Kang Khabib dan Kang Atim, untuk menampung “aspirasi tak populer” dalam bidang baca dan tulis menulis. Keduanya adalah penggerak awal IMM Blitar. Sepertinya Paguyuban Srengenge menjadi semacam obat rindu, setelah purna dari IMM, namun tetap ingin bergiat di dunia gagasan.

Gerakannya kadang terlihat, kadang tidak. Namun sudah memiliki “warung gagasan” yang bisa di akses di www.srengenge.id.

Blitar, 18 April 2017
A Fahrizal Aziz

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger dan Aktivis Literasi

Post a Comment

Tinggalkan jejak kamu lewat komentar di bawah ini. Terima kasih sudah membaca. Salam hangat

Previous Post Next Post

Contact Form