Oh, Sabrina


misterius girl

Akhirnya saya paham jalan hidup, cara pikir, dan sikap njelenehanda! Jika saya harus mengulang waktu, saya pasti bisa menjawab kalimat ini : kita tidak akan menemukan kekasih se-setia malaikat, atau se-perkasa dewa. Agaknya memang iya.

Oh, sabrina.
Saya mengira waktu itu anda hanya mengajak diskusi biasa tentang budaya, perempuan, dan percintaan. Tapi lambat laun saya menyadari, jika apa yang anda pikirkan, apa yang anda katakan, dan apa yang anda lakukan, sangat sejalan. Serasi. Seperti tiga sejoli. Saya jadi malu dengan kata-kata ini : saya berharap memiliki istri yang sholehah, taat pada suami, dan memiliki pengertian tinggi. Saya terlalu ideal, ya?

Menurut anda, boleh-boleh saja lelaki berfikiran seperti itu, tapi perempuan juga punya angan-angan yang sama ; punya suami sholeh, setia pada istri dan memiliki pengertian tinggi. Jikalau suami memiliki istri yang punya karir, si istri berharap agar suaminya mengerti. Tapi si suami kadang meminta istrinya untuk taat suami : jangan bekerja. Urus keperluan rumah saja.

Anda benar Mbak Sabrina, tak ada kekasih se-setia malaikat, yang ada hanya sekuntum bunga yang akan layu jika tidak di siram atau tersengat matahari pagi. Malaikat tidak butuh makan, tidak butuh apa-apa, ia tak di bekali perasaan. Saya berseloroh, andai malaikat di bekali perasaan, apakah dia bisa melaksanakan tugasnya.

Misalkan, Malaikat Mikail yang harus menurunkan hujan, padahal di satu sisi ada penjual es yang belum laku dagangannya, belum bisa beli sebungkus nasi, belum bisa pulang untuk membelikan sesuatu pada anak-anaknya. Bagaimana ini? apakah Mikail tega?

Atau malaikat Izrail sang pencabut nyawa. Tugasnya amat berat! Dia harus mengambil nyawa mahluk hidup, terutama manusia. Saya tidak bayangkan bagaimana jikalau Izrail dibekali perasaan sama seperti manusia. Apa dia mampu? Dia ditugaskan untuk merenggut nyawa miliaran orang. Ia harus melihat jutaan orang menangis, terluka, patah hati karena ulahnya. Jika ia dibekali perasaan, bagaimana? Entahlah.

Anda benar mbak Sabrina, perempuan tak boleh disamakan dengan malaikat. Perempuan punya perasaan, bahkan terlalu ber-perasaan. Pun dengan laki-laki, meski ahli psikologi bilang ia dominan logika, tapi laki-laki juga bisa menangis, bahkan bisa meronta-ronta.

Semoga saya bisa mengenang diskusi singkat itu. Semoga saya bisa bertemu anda lagi, entah dimana, kapan, dan dalam keadaan bagaimana. Saya tahu jika anda akan banyak di musuhi. Semoga anda betah.

Oh, Sabrina.

Blitar, 20 Maret 2014
A Fahrizal Aziz

Ahmad Fahrizal Aziz

Blogger dan Aktivis Literasi

Post a Comment

Tinggalkan jejak kamu lewat komentar di bawah ini. Terima kasih sudah membaca. Salam hangat

Previous Post Next Post

Contact Form